Senin, 01 November 2021

Waktu Tidak Dapat Berjalan Sendiri Tanpa Pengendali

Apakah kau merasakan hal serupa: hari ke hari sedemikian sibuk?
Banyak pekerjaan yang tidak akan pernah selesai
Sampai ketir didada entah karena apa, terabaikan sudah
Beberapa kali teringat ingin bersapa namun terlewat dengan kesibukan semu
Sibuk pada yang kasat mata

=====================================

Padahal sehabis sore itu, aku menyebut namamu menceritakanmu pada seseorang, petanda terlewat begitu saja. Sementara pada sore yang sama, kamu sedang sibuk kesakitan. Kepayahan menyambut maut.

Sendirian. --- Benarkah? Tidak ada satupun yang membisikkan tenang padamu? ---


Dasar si Pisces bodoh! Kerap mengagungkan perasaan dan intuisi tapi berkali-kali kecolongan atas tanda-tanda yang terberi.
Aku pernah memintamu beristirahat sejenak, mengamini langkahmu untuk keluar dari pekerjaan. Bukan, bukan istirahat selamanya. 

Apa rasanya menjadi yang meninggalkan? Berpergian duluan?

Yang aku yakini, sakitmu kini telah lunas. Kebaikanmu mereriung, memberi kesaksian atas keringanan tanganmu semasa hidup.

Sedangkan sejak kabar itu mendarat ditelingaku, aku cuma punya air mata kata kata yang belum sempat aku sampaikan padamu. 

Kau tahu, aku bukan orang yang ingin tidurku diganggu mimpi. Kali ini, aku berharap diberi mimpi kehadiranmu. Dan kita kembali membicarakan bagaimana kesusahan hidup dapat teratasi dengan beberapa botol bir.












Jogja - Semarang
31 Oktober 2021
Teruntuk Ficky: Selamat jalan dan sampai jumpa

Senin, 31 Mei 2021

Berseberangan

Sore tadi aku berjalan kaki menuju tempat perbelanjaan

Jantungku berdentum namamu, seirama dengan langkah kaki yang kemudian menjadi gumam

Seperti ritual yang tergerak terulang

Kata orang ini rindu, hanya bisa terlunaskan jika bertemu
Tidak, aku tidak pinta sebab aku tahu kami punya ikrar pada kata tinggal dan tanggal


Beberapa kali memang
Kami merampas waktu untuk menimbun semu atau satu dua kali rencana tak terlaksana karena ia yang pertama
Tentu bukan maksud kau yang kedua, ketiga, seterusnya, kau hanya ada


Sesampainya di tempat perbelanjaan

Pada pilihan pilihan barang yang kubutuhkan, bibirku tak berhenti melafaz namamu

Merapalkan kata-kata baik agar kau senantiasa selamat 


Kata orang ini rindu, hanya bisa terlunaskan jika bertemu
Tidak, aku tidak pinta sebab aku tahu kami punya ikrar pada kata tinggal dan tanggal


Segeralah bersapa, hanya kau yang ada











Bekasi,
31 Mei 2021
Mengingat: Supernova - Kesatria, Putri dan Bintang Jatuh

Minggu, 27 Desember 2020

Saling Sulang

Aku pernah patah hingga tak mampu mempertanyakan mengapa
Aku pernah terlena hingga tak mampu lagi menyanggah


Aku tahu kamu tidak lagi tangguh
Aku tahu kamu tidak lagi patuh

Ini bukan rayu tapi aku perlu kamu
Ini bukan semu tapi aku perlu kamu

Bagaimana jika badai itu datang?
Jangan genggam tanganku, usap bahuku

Ingatkan aku pada permainan capit boneka
Kita bertaruh keberuntungan
Kamu dan aku menentukan jarak, saling bekerja untuk menghindari kerugian
Jika keberuntungan berpihak, kita mendekap merayakan

Jangan berharap aku melulu di depanmu sebab aku bisa kapan saja keliru
Menetaplah lebih lama di sampingku, kita bercerita apa saja hingga diam memburu

Bukankah obat penawar adalah hasil dari senyawa yang berbeda?
Maka atas nama semesta kita senyawa dari abai dan acuh, lara dan gelora

Semoga pada pertanyaan-pertanyaan dan perlawanan-perlawanan
Kamu adalah jawaban





Bekasi,
November 2020
Teruntuk Katon

Kamis, 18 Juli 2019

Terimakasih Hindia dan Sal


“Lalu datang dari mana setumpuk kecemasan yang selamanya?”

“Sebab aku gagal di hari yang pernah.”

Aku gagal dimatikan Mama ketika aku berumahkan di dalam perutnya

Aku gagal menolak saat Kakek (dari Ayah) membawaku ke tempat pangkas rambut, sebab ia tak berharap cucu perempuan dengan rambut panjang ikal, melainkan kegagahan dari cucu laki-laki

Aku gagal melindungi Mama dari kecamuk kakak-kakak Ayah karena mereka tak merestui ia menjadi istri adiknya

Aku gagal tuli juga buta saat Ayah dan Ibu saban hari saling melempar cacian juga perabotan

Aku gagal menjaga harga diriku sebagai kakak: maghrib itu, dahiku diserbu kunang-kunang hingga dengkulku lemas, aku terlanjur membaca pembuka kalimat pada sebuah pesan singkat yang nyata: “kak, aku hamil anak dari adikmu”

Pada tutup hari-hari yang gagal, aku memberi janji pada diri bahwa yang terjadi hari ini untuk terakhir kali. Aku pecut diri agar ekstra hati-hati, barangkali godaan menjadi gagal terlihat lebih menggiurkan ketimbang keberhasilan semu. Maka menjadi mawas adalah penting, kepala dan hatiku seperti perlu membaca situasi, perlu membaca gerak-gerik sekitar, perlu membaca suara yang belum genap kalimatnya. Setiap waktu, aku merasa perlu memaknai segalanya yang belum utuh, aku merasa perlu menyusunnya sorang diri. Agar aku tidak kembali ke hari pernah gagal. Satu-satunya pengakuan paling suci pada diri sendiri adalah hal ini benar-benar membuat letih. Aku minta ampun, aku ingin berhenti memaknai kegagalan sekalipun sedang tidur tapi selalu saja ingatan yang paling menyadarkan adalah aku belum juga mati.


“Aku tidak mendengar apa-apa dari mulutmu. Kau hanya mengada-ada, sebenarnya kau hanya gila sebab cantik yang telah terberi.”

“Hahahahahaha. Aku akan makan kamu!”

“Berbaringlah.”

“Tapi kepalaku tidak akan pernah di atas dadamu. Aku enggan merasa pegal. Kau pun.”

“Hahahahaha. Ajari aku, ajari aku merawat sehat serta bahagia.”









Batu Tulis,
18 Juli 2019

Mengingat: Hindia ft. Sal Priadi - Belum Tidur


Rabu, 10 Juli 2019

Kabar Baik

Tak ada ide kapan dan di mana aku belajar bahwa menyebarkan kesakitan dengan cara mengolok-olok adalah terapi untuk mengampuni juga memaafkan diri sendiri.

Dalam cerita sedih yang memang salahmu dan membuatmu menyesal setengah mati. Semula kau rasakan sendiri sayatan rasa bersalahmu, sampai menghujam ulu hati, menyisakan pegal pada punggung, pusing pada kepala hingga mual berkelanjutan, seperti perutmu sudah penuh tapi kau dipaksa terus makan oleh entah siapa.

Kau mengagungkan sakit itu, menyimpannya di tempat paling rahasia dalam dirimu. Sebagai tebusan atas kecerobohan yang mampu mengubah segala rencana bahagia menjadi bencana.

Pada waktunya, tidak ada lara yang panjang umurnya. Kau terbangun di waktu yang tepat, sayat itu kau rasa sebagai lelucon lalu kau menyebarkan cerita masa lalu pada orang-orang sekitarmu tak peduli mereka kenalan lama atau baru. Kau hanya ingin umbar sebanyak-banyaknya sebab kau tiba-tiba merasa cerita itu sudah tidak lagi mewah. Kau tidak perlu pelit berbagi. Dengan begitu kecerebohanmu, penyesalanmu, kepedihanmu milik sekitar. Mereka memaafkanmu memaklumimu sembari tertawa, kau tak perlu lagi pengampunan darinya. Sebab pada sekitar, kau sudah merasa cukup.







Bekasi,
1 Juli 2019

Rabu, 10 April 2019

Tujuh Alyssa

Kepada Alyssa tersayang..

Alyssa,
Maafkan aku karena tahun ini tepat pada tanggal ulang tahunmu, aku sedang berada di Semarang untuk keperluan pekerjaan.

Banyak hal baik yang tidak sama baik dengan tahun kemarin. Namun hidup harus tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Alyssa,
Kamu sudah lancar membaca dan menulis. Setiap kata yang kamu lihat, selalu ingin diucapkanmu. Oleh karena itu mendengar kata yang kamu baca adalah kebahagiaan.

Alyssa,
Usiamu sudah mencapai tahun ke-7, saat ini mungkin kamu mulai mengenal kata Dewasa dan kami tidak bisa mengontrol definisi-definisi yang terendap di kepalamu tentang kedewasaan. Tapi percayalah padaku, jika keinginan menjadi dewasa itu muncul atau bahkan ketika kamu mendengar kata dewasa sebagai pujian untukmu, abaikanlah! Menjadi dewasa sungguh menyebalkan: setiap hari Alyssa, setiap hari kita akan seperti dalam sebuah perlombaan "Saling Menyakiti Juga Menggembirakan" lalu jika kamu sedang merasa kalah atau menang untuk kedua hal itu, kamu akan merayakan dengan air mata yang sama. Tenanglah Alyssa... sebab Jatuh Cinta Itu Biasa Saja.



Peluk Cium,
Addis Nadira




Slipi,
10 April 2019





Mengingat:
Jatuh Cinta Itu Biasa Saja - Efek Rumah Kaca

Rabu, 27 Februari 2019

GOBLOK




Aku bangun dengan sambutan 'Pelacur' dari mulutmu. Sebentar, aku kumpulkan nyawa dulu ya. Oh ini sisa-sisa kebencian tadi malam yang sebelumnya aku menyebutmu 'Binatang'. Setelah kau sebut aku Pelacur, menyusul kalimat tanya darimu “bagaimana rasanya? Sakit seperti kau sebut aku binatang pastinya.”

Lalu kita diam. Aku nangis sedikit tapi tak terlihat mungkin. Setelah itu kita bersiap-siap bekerja, demi menyambung kesedihan sekaligus kegembiraan selanjutnya.

Dalam perjalanan, aku mencerna antara kata Pelacur dengan Binatang. Setara tidak ya? Dengan sisa akal untuk berpikir, aku putuskan bahwa kedua kata itu tidak setara, tidak sebanding. Tidak A ke A. Tidak 1 ke 1. Tidak apel ke apel.

Jadi kau menyebutku Pelacur bukan karena ingin membalas Binatangku tapi karena memang kau menilaiku seperti Pelacur. Kalau begitu kau tidak perlu bertanya “bagaimana rasanya? Sakit seperti kau sebut aku binatang pastinya.”

Dan aku tidak perlu marah bahkan sedih sebab aku tidak bisa mengontrol pikiranmu, penilaianmu terhadapku. Hanya saja jika kau berpikir Pelacur setara dengan Binatang, aku merasa.. merasa..

APAKAH KAU SEGOBLOK ITU?